Wacana Kritis Ekonomi Indonesia Pasca Pandemi

Muhammad Ghazy
5 min readAug 15, 2020

--

Sebelum kita masuk ke isu yang utama, mari kita perhatikan baik- baik kondisi perekonomian Indonesia. Tidak lama ini Indonesia akan dan berpotensi masuk dalam kondisi resesi, dengan banyaknya pengangguran, PHK terjadi dibanyak perusahaan, UMKM merugi sedangkan beberapa omset menurun. Apalagi kondisi yang kita hadapi ini beragam, mulai dari permasalahan sosial yang beragam, sampai policy yang setiap wacananya harus dipertimbangkan.

Contoh kasus yang terjadi dilapangan, misalnya Lockdown. Basic structure perekonomian Indonesia adalah distribusi barang dan jasa, salah satunya Ojek Online. Konstribusi dari distribusi barang dan jasa ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Jika dilihat dari data dapat kita cermati baik-baik tentang konstribusi dan

Data PDB indonesia dilansir dari katadata.co.id

pertumbuhan struktur Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Kuartal III 2019 bersumber dari Badan Pusat Statistik.

Dari data tersebut Industri masih memiliki pengaruh yang besar terhadap PDB di Indonesia bahkan hingga saat ini, adapun Industri nasional didominasi oleh konstribusi UMKM dan Ojek online, selaku produsen dan distributor utama dalam pasar di Indonesia Indonesia dan ditopang oleh industri pertanian yang menjadi kekuatan utama kita, disamping pertanian masuk dalam kategori sektor ekonomi primer atau yang utama, maka secara tidak langsung perekonomian domestik kita masih kuat.

Adapun seperti yang kita lihat beberapa hari ini ada banyak berita di TV yang menginformasikan mengenai Indonesia berada diambang resesi. Singapura selaku negara tetangga dikabarkan telah, atau saat ini mengalami resesi ditandai dengan penurunan signifikan aktivitas ekonomi secara meluas yang terjadi dalam beberapa bulan atau beberapa triwulan atau bahkan beberapa tahun yang ditunjukkan oleh kemerosotan produk domestik bruto (PDB) riil. Bersamaan dengan itu ditandai pula dengan banyaknya pengangguran, pendapatan turun, dan penjualan eceran merosot.

Ekonomi singapura dikabarkan telah mengalami kontraksi atau terjun bebas dengan angka mencapai 41,2%, banyak faktor yang menyebabkan menurunnya perekonomian suatu negara, tapi satu hal yang pasti, yaitu adalah pandemi.

Pandemi saat ini sudah jelas memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap perekonomian kita, mulai dari social distancing yang menyebabkan banyaknya pekerja dirumahkan, sehingga berdampak pada penurunan produksi pasar, disisi lain daya beli dari masyarakat berkurang menambah peliknya situasi ketika pasar sendiri mandek begitupun dengan masyarakat kita yang tidak memiliki dana untuk menafkahi keluarganya sendiri.

Lalu bagaimana negara yang telah melewati masa krisis pandemi? The Economist mengabarkan tentang aktifitas ekonomi negara-negara yang sudah terbebas atau setidaknya mengalami penurunan penyebaran virus sedang mengalami masa recovery atau proses pemulihan dari pandemi yang terjadi dalam kurun waktu hampir lima bulan yang terlewati, Negara Kuba sudah dua bulan berlalu mereka telah menjalankan aktifitas perekonomian

tanpa mengalami penambahan jumlah terjangkit virus corona, sementara kebanyakan negara-negara yang aman dari virus adalah negara-negara yang terisolir seperti Korea Utara dan Turkmenistan, sisanya adalah negara- negara kepulauan atau negara kecil yang tidak memiliki aktifitas pariwisata dalam beberapa bulan terakhir seperti Kepulauan Solomon, Vanuatu, Samoa, Kiribati, Tonga, Kepulauan Marshall, Palau, Tuvalu, dan Nauru dilansir dari Statista.

Bagaimana negara Indonesia sendiri? Negara Indonesia saat ini tidak mengalami kontraksi perekonomian yang tinggi, dikarenakan kekuatan perekonomian domestik kita masih tinggi, seperti banyaknya pasar tradisional di indonesia yang masih menjalani aktifitas seperti biasa atau toko eceran yang masih sering disinggahi masyarakat, tidak seperti negara-negara maju diluar Indonesia yang cenderung mengandalkan Service sebagai kekuatan perekonomian utama mereka seperti Singapura yang sangat terdampak karena Covid19.

Kita dapat mengambil pelajaran dari U.S yang dalam beberapa bulan terakhir perekonomian mereka merosot secara signifikan, pengaruh ini jelas bukan hanya dikarenakan pandemi tetapi disebabkan pula oleh kekacauan politik yang mereka hadapi, seperti kasus penganiyayaan orang kulit hitam yang menyebabkan social unrest terjadi disetiap negara bagian sehingga menyebabkan chaos dan jatuhnya perekonomian nasional, seperti yang terjadi di Indonesia sendiri pada akhir abad ke-20 tepatnya 1998.

Akar masalah dari jatuhnya perekonomian kita tidak hanya dari pandemi tetapi dari aktifitas perekonomian kita yang diwarnai oleh ketidakefisiensi dari administrasi negara kita sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia dapat juga dikatakan sebagai negara investor, bagaimana tidak investasi kita sangat menunjang pertumbuhan PDB kita, jika dibandingkan dengan negara Brasil, China, India, dan Malaysia. Tetapi dilansir dari Badan Statistika Indonesia kita memiliki aktifitas investasi yang tinggi hanya saja masalahnya adalah investasi cukup besar tetapi hasilnya sedikit alias investasi kita boros.

Investasi Indonesia didominasi oleh dalam bentuk bangunan, sedangkan dalam bentuk mesin dan peralatan hanya sekitar 10 persen. Bangunan berupa mal banyak menjual barang impor. Sebaliknya, mesin dan peralatan menghasilkan beragam barang yang bisa diekspor. Tak heran kalau porsi ekspor terhadap PDB cenderung turun.

Kedaulatan perekonomian Indonesia bisa didorong dengan besarnya daya beli industri rumah tangga yang kita miliki pada masa pandemi, jika saja kita bisa mengembangkan atau berfokus pada pembangunan infrastruktur untuk menggenjot UMKM kita dan ladang pertanian, serta potensi laut yang begitu luas kita dapat dengan mudah bangkit dari keterpurukan ekonomi yang akan kita hadapi, ekonomi tetap berjalan, dan dengan banyaknya corak produksi agraria, dan maritim yang kita miliki nantinya dapat menyerap tenaga kerja yang tinggi sehingga secara tidak langsung kita juga menumbuhkan daya beli masyarakat denga banyaknya tenaga kerja yang kita miliki.

Sektor ekonomi primer, inilah seharusnya yang menjadi fokus pembangunan perekonomian kita saat ini. Lalu bagaimana dengan penyebaran virus sendiri? Yang selama ini masih terus-menerus menghantui masyaraka kita.

Ada beberapa solusi yang ditawarkan terkait vaksin untuk mengatasi masalah penyebaran pandemi. Vaksin Oxford yang saat ini mengungguli pasar dan Vaksi China.

Dari dua pilihan tersebut tidak masalah kita memilih antara salah satunya atau bahkan dua-duanya. Tapi yang harus diperhatikan kembali jika pemerintah kita memilih salah satunya, siapa yang membayar vaksin tersebut? Apakah masyarakat secara umum, atau pemerintah yang memberikannya secara gratis?

Perkiraan penulis jika pemerintah menjualnya, atau setidaknya mensubsidi vaksin tersebut maka akan berdampak baik pada perekonomian kita, disisi lain juga masyarakat akan sadar dengan kesehatannya bahwa untuk sehat sendiri butuh harga yang mahal sehingga masyarakat sadar akan

dirinya sendiri, jika memberikannya juga secara gratis bisa saja yang terjadi malah sebaliknya, masyarakat tetap beraktifitas seperti biasa dan bahkan tidak takut dengan konsekuensi karena merasa aman.

Skenario yang lain adalah dengan mengimpor kedua vaksin tersebut lalu memberikan keleluasaan terhadap pasar untuk mendistribusikannya dari banyak pihak, tidak hanya dari pemerintah yang menyediakan tapi juga banyak perusahaan swasta sehingga tidak terjadi monopoli atau oligapoly yang dapat merugikan perekonomian kita sendiri, dengan banyaknya ketersediaan barang dan tingginya permintaan pasar setidaknya untuk penyebaran vaksin sendiri di pasar dapat mencapai garis yang tepat atau seimbang dalam menjaga stabilitas perekonomian kita sendiri.

Dengan menjaga kondisi sosial-politik, dan kesehatan masyarakat Indonesia maka stabilitas ekonomi dapat dengan mudah kita capai, tidak menutup kemungkinan juga kita dapat menghindari resesi dalam beberapa tahun yang akan datang.

--

--

Muhammad Ghazy
Muhammad Ghazy

Written by Muhammad Ghazy

0 Followers

An ordinary CS Student.

No responses yet