Gaya Kepemimpinan ala Sengoku Jidai
“The summit is believed to be the object of the climb. But its true object — the joy of living — is not in the peak itself, but in the adversities encountered on the way up. There are valleys, cliffs, streams, precipices, and slides, and as he walks these steep paths, the climber may think he cannot go any farther, or even that death would be better than going on. But then he resumes fighting the difficulties directly in front of him, and when he is finally able to turn and look back at what he has overcome, he finds he has truly experienced the joy of living while on life’s every road.”
- Eiji Yoshikawa, Taiko: An Epic Novel of War and Glory in Feudal Japan
Sengoku Jidai, zaman sengoku, atau yang lebih dikenal dengan zaman negara-negara berperang yang terjadi sekitar tahun 1493 hingga 1573 adalah satu pembagian periode dalam sejarah jepang yang dimana awalnya terjadi pergolakan di dalam klan Ashikaga Shogunate untuk menentukan pewaris Shogun selanjutnya. Saat itu masing-masing negara masih menganut struktur feodalisme, dalam masa peperangan dan pergolakan yang terjadi diseluruh diseluruh negri dikarenakan setiap klan memiliki wilayah dan tanahnya masing-masing, Pada waktu itulah muncul tiga orang Samurai yang pada akhirnya memimpin untuk menyatukan Jepang, ketiga orang ini adalah Nobunaga Oda, Tokugawa Ieyasu dan Toyotomi Hideyoshi.
Nobunaga Oda berasal dari klan Oda yang berpusat di provinsi Omi, awalnya marga Oda sangat dipandang remeh olah marga-marga lain lantaran banyak yang meragukan Nobunaga muda dikarenakan sifatnya yang ugal-ugalan, dan tidak sabaran berbeda dengan ayah dari Nobunaga, Oda Nobuhide adalah seorang yang sangat ambisius, dan sering melakukan agresi militer ke berbagai negara tetangganya demi memperkuat marganya. Setelah ayahnya wafat, Nobunaga Oda yang pada waktu itu masih berumur belasan tahun memimpin rakyatnya dengan sangat ketat dan disiplin, tapi dibalik itu dia bersikap seolah-olah sebagai orang pandir yang tidak tau cara memimpin negara demi mengecoh para sepupunya yang mencoba mengambil alih kekuasaannya dan marga-marga lain yang menjadi lawan marga Oda. Dibalik sifatnya yang brutal, intimidatif, dan disiplin yang tinggi tersimpan sosok kharismatik dan pengasih, bahkan pada beberapa peristiwa dia berulang kali memaafkan pelayan yang mencoba mengkhianatinya. Dari gaya kepemimpinannya itulah dia dapat memimpin pasukannya yang berjumlah 4000 melawan 25000 pasukan marga Imagawa dalam Perang Okehazama yang dimenangkan oleh marga Oda, dengan taktik dan startegi perang yang hanya dimiliki oleh Nobunaga.
Tokugawa Ieyasu awalnya hanyalah seorang tahanan perang dan pengikut dari marga Imagawa, setelah Perang Okehazama yang menewaskan Imagawa Yoshimoto sebagai daimyo dari marga Imagawa yang selanjutnya digantikan oleh penerusnya Imagawa Ujizane yang sama sekali tidak memiliki kapabilitas dalam memimpin marga. Ieyasu mengambil kesempatan ini dengan mencoba melepaskan diri dari cengkraman marga Imagawa dan kembali mengangkat marga Tokugawa ke kakinya sendiri. Sifatnya yang sabar, penuh perhitungan, serta terorganisir menjadikan Tokugawa Ieyasu sebagai lawan yang patut diperhitungkan oleh Nobunaga Oda, dalam setiap peperangan dan langkah-langkah yang diambil oleh Ieyasu selalu penuh perhitungan dan tetap sabar dalam menyikapi setiap resiko dari suatu tindakan yang beliau lakukan, sifat sabarnya inilah yang pada akhirnya membawa beliau menjadi Shogun dan akhirnya membuka jalan menuju Zaman Edo.
Toyotomi Hideyoshi tidak berasal dari keluarga bangsawan atau marga terkenal, nyatanya beliau hanyalah seorang anak samurai pedesaan, Ayahnya Kinoshita Yaemon adalah samurai yang telah cacat akibat perang dan dibebas tugaskan, Ibu beliau, Onaka adalah seorang penyabar dan sangat penyayang dia menghidupi keluarga kecilnya seorang diri dengan bertani dan membantu keluarga lain. Setelah ayah Hideyoshi wafat, Hideyoshi membulatkan diri untuk mengembara dan berjanji kepada ibunya akan kembali jika dia telah menjadi orang besar (sukses). Selama bertahun-tahun mengembara akhirnya dia bertemu dengan Nobunaga Oda dan bekerja dengannya. Sifatnya yang cerdik dan wawasan yang luas, serta pantang menyerah membentuk dia menjadi tangan kanan dari Nobunaga Oda dan akhirnya mendirikan marganya sendiri meskipun dia dari keluarga pedesaan.
23 Oct 2019